#30HariLagukuBercerita Perempuan Itu

Saat itu pukul satu pagi, Jenny sudah siap berlayar menuju alam mimpi, tapi dering sms yang berbunyi membawa nya kembali ke daratan dunia nyata. Sebuah sms ke-14 masuk dari orang yang sama.

Jen, besok ikutan ngumpul di Pizza Hut ya, jam 4 sore. Si Dina Ultah.

Sekejap rasa kantuk hilang dari mata Jenny. Tanpa membalas sms itu, Jenny meletakkan hp secara sembarangan di meja kecil yang terletak di samping kiri ranjangnya.

“Heh! Perempuan itu lagi,” gerutu Jenny.

Dalam diam, langit-langit kamar yang tak berdosa dipandanginya seolah-olah menuntut penjelasan tentang sosok Dina. Dikepalanya berkumpul setan-setan kecil yang bergerombol menawarkan jasa untuk melenyapkan Dina. Tapi sepertinya langit kamar terlalu polos mengerti apa yang bergelayutan dipikiran Jenny, tak ada penjelasan yang diberikan.

***

Jenny baru datang ke PH jam 5 kurang 5 menit 5 detik. Ada sekitar 5 orang yang telah berkumpul disana. Dilihat dari formasinya, nampaknya semua undangan sudah datang. Duduk paling ujung meja ada Dina, si empunya pesta. Di sebelahnya ada Dani, orang yang sudah mengsmsnya tadi malam. Kemudian duduk di seberang mereka berdua 3 orang teman pria yang lain; Bram, Pras, Tim.

“Akhirnya datang juga,” celutuk Dani.

Jenny tak menyahut, ekspresinya datar. Dia berjalan ke arah meja dan menerka kursi kosong di sebelah Dani telah disiapkan untuk tempat duduknya, kemudian duduk di sana tanpa permisi.

“Kok lama sih, Jen?” tanya Dina.

“Tadi kerjaan aku di kantor belum selesai, Din, jadi gak bisa datang cepat.” Jawab Jenny dengan berbohong. Jauh dilubuk hatinya Jenny enggan untuk berhadir ke tempat ini karena sedang berusaha untuk jaga jarak dengan Dina.

“Menunya udah dipesan buat kamu, Jen. Minumnya orange jus, ya? Dani bilang kamu suka orange jus.”

Jenny menoleh ke arah Dina dan tersenyum sebagai bentuk terima kasih. Tak sengaja matanya menangkap basah tangan Dina yang menggandeng tangan Dani di bawah meja. Jenny sontak mematung dalam hitungan detik. Dalam memorinya terputar kembali saat ketika suatu senja Dani duduk disebalahnya bermain game.

“Dan, Dina ini kok galau begini yah di twitter?” tanya Jenny sambil memperhatikan satu-persatu isi timeline Dina.

“Galau kenapa, Din?”

“Ya, galau. Coba kamu baca, kayaknya dia suka sama seseorang tapi nomention gitu deh.”

“Sama siapa? Sama aku ya? Hehehe,” Dani tertawa cekikikan sambil terus asik bermain di laptopnya.

“Ya kali.” Jenny mendadak merasa darah disekujur tubuhnya beku. Kehangatan yang biasa nya ada ketika dia bersama Dani yang sudah hampir setahun dia kenal tiba-tiba menjadi dingin yang terasa asing. “Emang dia udah kamu apain aja sih?”

“Gak aku apa-apain, Jen. Biasa aja kok, kayak aku ke kamu aja lah.”

“Heh? Berarti lumayan akrab dong?”

“Dina kan orangnya baik banget, Jen. Jadi gampang akrabnya.”

“Udah ngapain aja?”

“Gak ngapa-ngapain, jalan juga belum pernah. Cuma BBM-an doang.”

“Ciyeee, BBM-BBM-an. Aku sih ya gak punya BB ya, jadi gak bisa ikut-ikutan BBM-an. BBM-an apa aja?”

“Ah, biasa. Si Dina suka cerita-cerita gitu?”

“Ciyeee curhat-curhatan.”

“Apaan sih, Jen? Kalo orang baik kita tuh gak enak kalo gak dibalas baik.”

“Ya Dina cantik sih, baru kenal 4 bulan langsung bisa akrab aja.”

“Hahaha, mubazir Jen kalo cewek cakep dicuekin.”

“Tuh, kan…” Jenny mengangkat telunjuk kanannya dan langsung menunjuk ke wajah Dani.

Dani yang semula asik bermain game mendongak. Jenny setengah kaget melihat reaksi Dani tersebut. Ibarat satu banding seribu, sangat jarang perhatian Dani teralih ketika bermain game. “Aku gak ada apa-apa kok sama dia, Jen.”

Mendengarnya Jenny jadi segera menurunkan telunjuknya dan merasa kikuk sendiri. Kikuk yang dia rasakan saat itu tak berbeda jauh dengan yang dia rasakan saat ini. Tapi ada rasa yang sedikit berbeda, semacam rasa perih di atas luka yang diperas jeruk purut.

Dengan sedikit mencuri keberanian, Jenny mengangkat wajahnya dan menatap Dani. Dani sendiri sedang asik berbicara sambil tertawa dengan Pras yang duduk persis dihadapannya.

‘Katanya gak ada apa-apa, tapi nyatanya tangan bergandengan di bawah meja. Apa maksudnya kemaren bilang gak ada apa-apa? I don’t trust people but the fact.’

0 Komentar:

Post a Comment