Best Friend of Her

Aku mungkin hanya punya sedikit waktu bertemu denganmu setiap minggunya, atau bahkan setiap bulannya. Sayang, andai burung-burung yang beterbangan di angkasa ini bisa menyampaikan rinduku padamu, akan ku tangkap mereka satu per satu menggunakan apapun agar bisa kubisikkan betapa aku sangat ingin bersamamu setiap saat. Memberikan pundakku, bahuku, tanganku, atau bagian tubuh yang manapun agar kau bisa bersandar dengan nyaman setelah melewati hari-hari beratmu. Tapi percayalah, kau hanya perlu lebih bersabar sedikit lagi hingga hal yang lebih realistis untuk bersamamu itu terwujud.
Hari itu kau mengagetkan ku dengan telponmu di pagi buta kala aku sedang menyusun barisan-barisan mimpi yang indah. Kau hanya cukup tahu mimpi itu indah, detail biarkan aku yang simpan. Kau menyahut ‘Halo’ ku dengan isakan teriakan yang tertahan.
“Ay,” kau terisak.
“Kenapa, Bun?”
Aku perlu menunggu beberapa detik lamanya, mendengarkan kau terus terisak menangis di seberang sana, hingga akhirnya kau susah payah bersuara mengucapkan hal yang terdengar sama sekali berat untuk kau ucapkan.
“Didi, Ay.. Didi udah pergi, dia udah pergi, dia udah ninggalin Bun selamanya.”
“Innalillahi…” Selanjutnya aku diam saja, ingin mendengarkan dan membiarkan kau menangis di ujung telpon sana.
“Ay, kamu pulang ya. Sekarang udah gak ada Didi lagi, aku…” Dan kau pun kembali menangis.
“Sabar, ya, Bun. Besok pagi kalo aku dikasih izin pulang, aku pulang, ya. Kamu sabar ya, jangan nagis lagi, ok? Insya Allah Didi dikasih Tuhan tempat yang tenang di sisi-Nya.” Aku tau kata-kataku barusan mungkin sama sekali tak akan menghilangkan kesedihanmu kehilangan Didi. Tapi kuharap itu bisa mewakili kehadiranku sementara di pikiranmu.
Terlintas dalam benakku sosok Didi yang begitu disayangi olehnya. Indi, teman baiknya semenjak SMP hingga sekarang. Satu-satunya teman yang katanya tahu semua cerita tentang dirinya dari A-Z, semua cerita sedih hingga senang, bahkan semua lelaki yang pernah ditaksir olehnya. Ya, dia sendiri yang berkata seperti itu. Bagi Bun ku, Didi sudah bagaikan dopping yang sangat memabukkan. Bagaikan obat yang harus segera diminum ketika sakit, dia sesegara mungkin harus curhat pada Didi ketika sesuatu baik atau buruk menimpanya. Bun ku tidaklah kekanak-kanakan dengan berbagi segala hal pada Didi, tapi dia memerlukan Didi untuk menyangganya berdiri. Didi jauh lebih bisa menguatkan Bun ku daripada diriku sendiri.
Didi dan aku pada awalnya bukanlah dua orang yang saling akur. Dulu kupingku seringkali panas mendengar dia berkata, ‘Lo gak boleh merit sebelum umur 25. Ok, Darl? Masa zaman gini lo mau kawin cepat-cepat’. Susah payah aku meraih cinta Bun ku, tapi Didi dengan tameng-tamengnya melindungi Bun ku ketika ingin ku ikat dia dengan halal secepatnya. Tapi Didi justru satu-satunya orang yang paling bersemangat ketika Bun ku melewatkan hari pertamanya di umurnya yang ke-25.
“Ayo, Darl, hari ini lo mau ke KUA gue temenin!” Aku kaget mendapati reaksi Didi saat itu. “Bray, sekarang lo udah gue kasih lampu hijau kapan pun lo mau ngelamar dia, nyulik dia buat kawin lari pun gue ikhlass. Kalo gue cowok, gue aja yang jadi saksi nikahan lo. Hahaha.”
“Lo kali, Di, yang maruk pengen kawin. Sana, mending cari pacar lagi biar ntar pas gue kawinan sama Bun ku lo udah ada yang di gandeng.”
“Sembarangan lo. Eh, teman sekantor lo yang kemaren itu udah jomblo gak? Mau deh gue bawa gandengan pas kawinan kalian kalo dia yang ngajak. Hihihii…” Aku ingat saat itu dia menutup mulutnya ketika tertawa. Itu adalah momen untuk yang kesekian kalinya dia menanyakan tentang teman sekantorku yang ditaksirnya.

Cupcakes for your twin

Terpujilah setiap orang yang mempunyai nama indah penuh arti. Sanjunglah setiap orang tua kreatif yang memberi nama anak-anaknya dengan bermacam makna. Terlebih untuk orang tua Carera. Dua puluh tiga tahun yang lalu, ketika Carera dilahirkan, sang ibu yang suka sekali pelajaran bahasa inggris namun tidak terlalu fasih berbahasa inggris telah terinspirasi menamai seorang bayi cantik dengan kata dasar ‘Care’. Dia berharap setiap orang yang memanggil Carera, ‘Care’, secara tidak langsung mendoakannya untuk menjadi pribadi yang penuh kepedulian. Sang ayah pun setuju, baginya itu terdengar sangat western dan modern. Hanya saja pada kenyataannya nanti orang memanggil Carera denga Karera. 
Dua puluh tiga tahun berlalu dan Carera berkembang sesuai doa dalam namanya. Semua orang yang mengenal Carera tahu bahwa dia layaknya malaikat surga yang dianugrahkan Tuhan turun ke bumi, penuh kepedulian terhadap sesama. Carera tak akan pernah membiarkan siapapun yang dijumpainya terjebak dalam kesulitan. Di dompetnya akan selalu ada uang receh untuk para pengemis. Bekal yang dia bawa dari rumah selalu melebihi porsinya agar bisa dia bagi-bagi pada teman-teman.
But, nobody’s perfect. Dialah manusia berhati malaikat, namun hanya sebatas manusia, bukan bidadari. Tapi jangan pernah sepelekan Carera, dia mempunyai satu cinta yang selalu dia jaga selama satu, dua, tiga, empat…. Tujuh Tahun! Memang hanya orang luar biasa yang mendapatkan ujian luar biasa dari Tuhannya. Dengan sabar Carera memelihara cinta itu sejak pertama kali bersemi kala SMA. Dan lelaki beruntung itu adalah Handy si Handsome, saudara kembar Pretty si cantik teman sebangku Carera. Dua orang saudara kembar yang paras wajahnya bagaikan titisan dewa-dewi.
Cukuplah rasa itu berkembang dalam hati Carera. Tujuh tahun yang jika diibaratkan anak manusia, dia sudah bisa membaca dan menulis sekarang. Dan cinta itu pun sudah semakin pintar membaca ritme hati Handy, si tampan yang belum juga menemukan cinta sejatinya.
Tahun ini, di ulang tahun Handy dan Pretty yang ke dua puluh empat, Carera sudah mempersiapkan kejutan untuk keduanya : Cupcakes. Berbulan-bulan lamanya Carera mempersiapkan rencana ini. Dimulai dari pemangkasan uang jatah konsumsi hariannya agar bisa menabung untuk membeli Oven hingga mengumpulkan berbagai macam resep cupcake dari buku masak dan internet.
Di malam sbelum tanggal 13 Juli, Carera menghabiskan malam yang panjang di dapur untuk belajar membuat cupcake. Usaha pertama gagal karena hasilnya sekelompok cupcake coklat bantet yang memilukan. Usaha kedua kemudian dilakukan dengan sangat hati-hati dan teliti. Lepas tengah malam akhirnya cupcake-cupcake coklat telah tersaji dengan cantiknya.
Besoknya Carera meluncur ke rumah Handy dan Pretty dengan membawa sewadah besar berisi cupcake. Setibanya di rumah Pretty, Carera harus membatalkan kejutan ini karena Handy tak ada dirumah, hanya Pretty yang sedang santai-santai sambil nonton DVD drama korea.
“Thanks ya, Kar, cupcake nya. Lo bikin sendiri?” Pretty memasukkan hampir separo cupcake ke dalam mulutnya.
“Iya, Pret, gue bikin sendiri semalam. Khusus buat ultah kalian.”
“Baik banget lo, Kar. Tapi si Handy gak mungkin makan beginian.”
“Loh, kenapa? Dia gak suka cupcake?” Darah disekujur tubuh Carera pun mendadak panas.
“Dia alergi. Lo bikin ini pake telor, kan? Telor apa?”
“Telor ayam.”
“Nah, Handy itu alergi yang ada hubungannya sama ayam, Kar.”
“Masak sih?”
“Iya serius, gue gak bo’ong kok.” Pada kenyataannya Pretty adalah guru besar jurusan kebohongan. “Tapi dia pasti senang kok lo kasih cupcake ini. Cupcakenya enak. Kapan-kapan ajari bikinnya ya”
“Itu aku belajar bikinnya berbulan-bulan loh”. Carera tersenyum, masih berharap perkataan Pretty yang diucapkan barusan bukan sekedar omongan penghibur semata. “Makasih, ya, Pret. Gue gak nyangka aja kalo dia alergi segitu parahnya. Kamu kok gak alergi, Pret?”
“gue sih, err…” Pretty terdiam beberapa saat, “Gue sih alergi juga, tapi gak ambil pusing. Kalo gatal langsung minum obat aja.”
Ini adalah kunjungan kunjungan ke sebelas dari sebelas kali ketiadaan Handy di rumahnya ketika Carera berkunjung. Cukup sudah semua perjuangan ini, batin Carera. Dengan perasaan berat dia memutuskan meninggalkan rumah itu beserta cupcake dan cinta yang selama ini dia simpan dengan hati-hati. Mungkin selama ini, cintanya yang sudah bisa membaca itu, belum terlalu lancar membaca, belum bisa menulis. Mungkin cinta itu harus tinggal kelas hingga akhirnya harus pindah sekolah karena tak sanggup belajar di sana.

Hasil gambar untuk cupcake
pic by via