BALANCED SCORECARD

 

v PENGENALAN BALANCED SCORECARD

Balanced Scorecard merupakan model penilaian kinerja organisasi yang terbaru dipopulerkan oleh Kaplan and Norton (1996:25). Balanced Scorecard (BS) menekankan pada (1) pengukuran finansial dan non-finansial dan (2) sebagai hasil suatu proses top-down berdasarkan misi dan strategi dari suatu organisasi. Balanced scorecard semula merupakan aktivitas tersendiri yang terkait dengan penentuan sasaran, tetapi kemudian diintegrasikan dengan sistem manajemen strategis. Balanced scorecard bahkan dikembangkan lebih lanjut sebagai sarana untuk berkomunkasi dari berbagai unit dalam suatu organisasi. Balanced scorecard juga dikembangkan sebagai alat bagi organisasi untuk berfokus pada strategi.

Menurut Kaplan and Norton (1992:134-47) bahwa “the balanced scorecard gives managers an indication of the performance of a company based on the degree to which stakeholder needs satisfied. The balanced scorecard givers managers the opportunity to look at the company from the perspective of internal and external customers, employees, and shareholders”. Intinya adalah dengan Balanced Scorecard para manajer dapat mengetahui kinerja perusahaan dengan empat perspektif sesuai dengan tingkatan kepuasan para pihak yang berkepentingan.

Sejalan dengan itu, khususnya yang berkaitan peran sumber daya manusia Ulrich (1997:302-323) mengatakan bahwa “The balanced Scorecard should be used to (1) link human resource management activities to the company’s business strategy and (2) evaluate the extent to which the human resource function is helping the company meet its strategic objectives. Measures of human resource practices primarily relate to productivity, people, and process”. Maksudnya bahwa dengan Balanced Scorecard aktivitas manjemen SDM mesti dikaitkan dengan strategi bisnis perusahaan dan selanjutnya akan dilihat seberapa besar fungsi SDM membantu perusahaan dalam mencapai pilihan stratejiknya. Praktek manajemen SDM pada dasarnya berkaitan dengan produktivitas, orang dan proses.

Balanced scorecard secara singkat adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada stakeholders. Kata balanced dalam balanced scorecard merujuk pada konsep keseimbangan antara berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern). Kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.

Metode ini menjelaskan bagaimana aset intangible dimobilisasi dan dikombinasikan dengan asset tangible untuk menciptakan proposisi nilai pelanggan yang berbeda dan hasil finansial yang lebih unggul (Kaplan dan Norton, 2001). Norton dan Kaplan menempatkan BSC sebagai alat bagi organisasi (termasuk yang berasal dari sektor publik dan non-profit) untuk mengelola kebutuhan pemegang sahamnya. Lebih jauh mereka menganjurkan BSC sebagai alat untuk memperbaiki aliran informasi dan komunikasi antara top eksekutif dan manajemen menengah dalam perusahaan. BSC juga bertujuan memperbaiki sistem konvensional pengendalian dan akuntansi dengan memperkenalkan fakta yang lebih kualitatif dan non-finansial. Penggunaan BSC lebih banyak digunakan sebagai alat untuk strategic management yang desainnya disesuaikan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan tidak untuk diterapkan sama persis pada setiap organisasi. Meskipun demikian setiap perspektif yang ada harus menunjukkan cause-effect relationship sehingga masing-masing dapat dihubungkan dengan misi yang akan dicapai. Cause-effect relationship tersebut menghubungkan kesiapan organisasi dengan proses internal organisasi dalam memproduksi layanan serta kemampuannya dalam menciptakan customer value serta tujuan finansialnya.

Penggunaan balanced scorecard dalam konteks perusahan swasta ditujukan untuk menghasilkan proses yang produktif dan cost effective, menghasilkan financial return yang berlipat ganda dan berjangka panjang, mengembangkan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen, mewujudkan produk dan jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer/pelanggan.

Balanced scorecard diyakini dapat mengubah strategi menjadi tindakan, menjadikan strategi sebagai pusat organisasi, mendorong terjadinya komunikasi yang lebih baik antar karyawan dan manajemen, meningkatkan mutu pengambilan keputusan dan memberikan informasi peringatan dini, serta mengubah budaya kerja. Potensi untuk mengubah budaya kerja ada karena dengan balanced scorecard, perusahaan lebih transparan, informasi dapat diakses dengan mudah, pembelajaran organisasi dipercepat, umpan balik menjadi obyektif, terjadwal, dan tepat untuk organisasi dan individu; dan membentuk sikap mencari konsensus karena adanya perbedaan awal dalam menentukan sasaran, langkah-langkah strategis yang diambil, ukuran yang digunakan, dan lain-lain.

v KEUNGGULAN BALANCED SCORECARD

Kelebihan sistem manajemen strategis berbasis balanced scorecard dibandingkan konsep manajemen yang lain adalah bahwa ia menunjukkan indikator outcome dan output yang jelas, indikator internal dan eksternal, indikator keuangan dan non-keuangan, dan indikator sebab dan akibat. balanced scorecard paling tepat disusun pada saat-saat tertentu, misalnya ketika ada merjer atau akuisisi, ketika ada tekanan dari pemegang saham, ketika akan melaksanakan strategi besar dan ketika organisasi berubah haluan atau akan mendorong proses perubahan. balanced scorecard juga diterapkan dalam situasi-situasi yang rutin, antara lain: pada saat menyusun rencana alokasi anggaran, menyusun manajemen kinerja, melakukan sosialisasi terhadap kebijakan baru, memperoleh umpan balik, meningkatkan kapasitas staf.

Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara:

ü menjelaskan visi organisasi

ü menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu

ü mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya

ü meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat untuk mengarahkan perubahan

Selanjutnya dalam menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mensyaratkan dipegangnya lima prinsip utama berikut:

(1) menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis balanced scorecard ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang dapat memahami

(2) menghubungkan dan menyelaraskan organisasi dengan strategi itu. Ini untuk memberikan arah dari eksekutif kepada staf garis depan

(3) membuat strategi merupakan pekerjaan bagi semua orang melalui kontribusi setiap orang dalam implementasi strategis

(4) membuat strategi suatu proses terus menerus melalui pembelajaran dan adaptasi organisasi dan

(5) melaksanakan agenda perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.

BSC menerjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam tujuan konkrit terorganisasi disepanjang jalur 4 perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Prinsip dasar BSC adalah memfokuskan pada pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan sekarang, perusahaan akan mengamankan posisi finansial masa depannya. Mengenali keseimbangan antara pengukuran jangka pendek dan menengah ini penting bagi perusahaan yang ingin cenderung menginginkan kesuksesan finansial jangka pendek yang seringkali juga diinginkan oleh para pemegang saham. Dibandingkan dengan konsep manajemen strategis umum, BSC memiliki beberapa konsep penting:

1. Menambahkan 3 perspektif tambahan pada perspektif finansial yang telah ada.

2. Konsep penting kedua adalah penggunaan indikator leading dan lagging. Indikator lagging adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah terjadi, karena itu jika perusahaan bereaksi pada pengukuran itu akan menjadi terlambat. Contohnya adalah ukuran finansial itu sendiri. Indikator leading sebaliknya menceritakan sesuatu mengenai masa depan. Contohnya jika perusahaan memperbaiki indeks kepuasan pelanggannya, maka perusahaan akan dalam jalur yang benar mendapatkan penjualan tahunan yang lebih baik.

3. Hubungan sebab-akibat. Jika kita memiliki sejumlah indikator yang terkait dalam cara dimana kinerja sekarang satu indikator menjadi indikasi kinerja yang baik di masa depan dari indikator yang lain, maka kita telah membangun peta hubungan sebabakibat.

4. Penerapan BSC secara berjenjang diseluruh organisasi. Umumnya perusahaan multinasional dengan beberapa unit bisnis pertama-tama akan menciptakan BSC bagi tingkat perusahaan kemudian membangun kartu nilai tingkat unit bisnis di tingkat anak perusahaan. SBU akan mengambil sasaran (dan bahkan indikator) scorecard perusahaan sebagai awal pertimbangan dan mengerti bagaimana mereka memberi sumbangan pada target perusahaan.

5. Pembelajaran ‘double loop learning’. Perusahaan yang telah mengembangkan BSC dapat menggunakannya untuk mengontrol kesuksesan strategi awal (single loop learning) sebagai dasar pertimbangan ketika strategi tersebut ditantang oleh informasi baru yang diperoleh dari lingkungan bisnis (double loop learning).

v PERSPEKTIF BALANCED SCORCARD

Kaplan dan Norton (1992) memperkenalkan empat perspektif yang berada dari suatu aktivitas perusahaan yang dapat dievaluasi oleh manajemen, sebagagai berikut (Vincent Gaspersz : 2002) :

Perspektif Keuangan

Untuk membangun suatu Balanced Scorecard, unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan tujuan finansial yang berkaitan dengan strategi perusahaan. Tujuan finansial berperan sebagai fokus bagi tujuan-tujuan strategis dan ukuranukuran semua perspektif dalam Balanced Scorecard. Setiap ukuran yang dipilih seyogyanya menjadi bagian dari suatu keterkaitan hubungan sebab-akibat yang memuncak pada peningkatan kinerja finansial. Kinerja organisasi dinilai dari sisi financial oleh stakeholdernya yang secara umum terdiri dari 2 hal yaitu maksimisasi penerimaan dan efisiensi pengeluaran.Selanjutnya Kaplan ( 1996) menjelaskan bahwa ada 3 tahapan siklus bisnis yang harus dilalui oleh suatu perusahaan yaitu pertumbuhan (growth), bertahan (sustain) dan panen (harvest).

a. Growth (Berkembang)

Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Dalam tahap ini perusahaan beroperasi dalam cashflow yang negatif dan tingkat pengembalian yang rendah, oleh sebab itu lebih ditekankan pada pertumbuhan penjualan dengan mencari pasar dan konsumen baru.

b. Sustain Stage (Bertahan)

Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Pengukuran pada tahap ini bisa diukur dengan return on invesment, economic value added.

c. Harvest (Panen).

Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.

Perspektif Pelanggan

Kaplan ( 1996) menjelaskan untuk memasarkan produknya perusahaan terlebih dahulu harus menentukan segmen calon pelanggan mana yang harus dimasuki oleh perusahaan, dengan demikian akan lebih jelas dan lebih terfokus tolok ukurnya. Dewasa ini fokus strategi perusahaan lebih diarahkan pada pelanggan (Customer drive strategy), dengan kata lain apa yang dibutuhkan pelanggan harus dipenuhi oleh perusahaan. Kinerja produk yang dihasilkan perusahaan minimal harus sama dengan apa yang dipersepsikan oleh pelanggan. Kualitas produk yang kurang, menyebabkan konsumen akan pindah ke produk lain, kualitas produk yang tinggi akan menyebabkan perusahaan akan rugi karena kehilangan potensi laba yang tinggi dan sebaliknya konsumen merasa beruntung karena mendapatkan produk kualitas tinggi dengan harga standar. Untuk mendapatkan laba maksimum perusahaan harus mampu mempersepsikan kualitas produk yang diinginkan pelanggan yang sesuai dengan harga jualnya. Kaplan (1996) mejelaskan bahwa dari sisi perusahaan kinerja pelanggan terdiri dari pangsa pasar, tingkat perolehan konsumen, kemampuan mempertahankan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, dan tingkat profitabilitas pelanggan, selanjutnya dijelaskan bahwa kinerja pelanggan ini akan saling berintreraksi antara satu dengan yang lainnya.

clip_image002

Sumber : Kaplan and Norton, Translating Strategy into Action Balanced Scorecard

Boston: Harvard Business School Press, 1996

Keterangan :

- Market share

Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, meliputi antara lain : jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.

- Customer retention

Mengukur tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.

- Customer Acquisition

Mengukur tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.

- Customer Satisfaction

Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value preposition.

- Customer Profitability

Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif proses bisnis internal Balanced Scorecard, manajer harus mengidentifikasi proses-proses yang paling kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan dan tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi:

1. Proses Inovasi

Pada proses inovasi, perusahaan mengidentifikasi kebutuhan pelanggan masa kini dan masa mendatang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan. Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengidentifikasi ukuran pasar dan preferensi atau kebutuhan pelanggan secara spesifik, sehingga perusahaan dapat menciptakan dan menawarkan produk (barang dan/atau jasa) sesuai kebutuhan pelanggan dan pasar. Kaplan (1996) menggambarkan proses inovasi dilakukan dalam perusahaan sebagai berikut:

clip_image004

Sumber : Kaplan and Norton, Translating Strategy into Action Balanced Scorecard

Boston: Harvard Business School Press, 1996

Tolok ukur yang dipakai dalam menentukan kinerja proses inovasi diantaranya adalah:

a. Banyaknya produk yang dihasilkan dan dikembangkan secara relatif dengan membandingkannya dengan produk pesaing dan barang subsitusi yang sesuai dengan prencanaan strategik perusahaan.

b. Besarnya jumlah penjualan produk baru dan lama waktu pengembangan produk secara relatif dibandingkan dengan para pesaing dan perencanaan strategic perusahaan.

c. Lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam mencapai penjualan produk baru tersebut.

d. Besarnya biaya pengembangan produk baru yang diperlukan dibandingkan dengan perusahaan pesaing dan rencana strategik perusahaan.

e. Frekuensi modifikasi atas produk- produk yang dikembangkan secara relative dibandingkan dengan pesaing dan rencana strategik perusahaan.

2. Proses Operasional

Mengidentifikasi sumber-sumber pemborosan dalam proses operasional serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat dalam proses operasional itu demi meningkatkan efisiensi produksi, meninkatkan kualitas produk dan proses, memperpendek waktu siklus dan lain-lain.

a) Pengukuran kualitas diarahkan untuk mengetahui apakah program yang sedang dijalankan oleh perusahaan sudah dijalankan dengan baik. Kalau menggunakan tolok ukur keuangan. Kualitas produk bisa menggunakan biaya mutu yang mencakup biaya pencegahan, biaya penilaian , biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.

b) Pengukuran biaya diarahkan pada pengukuran rangkaian aktivitas. Aktivitas yang dilakukan diarahkan pada aktivitas yang bernilai tambah (value added), sehingga aktivitas yang bersifat non-value added terus diminimalisasi dengan melakukan perbaikan yang terus-menerus (continuos improvement) sehingga akhirnya biaya yang non-value added akhirnya sangat minimal sehingga diharapkan cost of production hanyalah biaya yang bersifat value added saja. Untuk menerapkan konsep ini perusahaan dapat menggunakan konsep activity based of management (ABM).

c) Pengukuran waktu. Dewasa ini cendrung perusahaan menggangap komponen waktu adalah hal yang sangat penting. Penyelesaian dan penyerahan barang yang tepat waktu dianggap sesuatu hal yang dapat memuaskan konsumen. Dalam hal proses produksi Kaplan (1996,117) menjelaskan bahwa Manufacturing Cycle Effectiveness ( MCE ) yang terbaik adalah satu, dengan kata lain waktu yang digunakan oleh perusahaan sama dengan waktu proses. Apabila MCE ini lebih rendah itu berarti perusahaan menggunakan sebagian dari waktunya dengan sia-sia.

3. Proses Pelayanan

Berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti pelayanan purna jual, menyelesaikan masalah yang timbul pada pelanggan dalam kesempatan pertama secara cepat, melakukan tindakan proaktif dan tepat waktu, dan lain-lain.

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif keempat dalam Balanced Scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah :

· Karyawan

Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survey secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan.

· Kemampuan Sistem Informasi.

Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.

Apabila target-target diatas dapat terpenuhi maka efeknya akan mengimbas pada perspektif finansial juga. Finansial disini termasuk mengukur pendapatan dan pengeluaran, lebih dalamnya lagi ROI (return on investment), tingkat penjualan, pertumbuhan market share, dan lain-lain.

Hal terpenting yang harus dipahami adalah bagaimana suatu organisasi mendefinisikan apa yang ingin dicapai serta membuat ukurannya yang selanjutnya terus memonitor progres yang telah dicapai. Selanjutnya dapat dilihat apakah tujuan akan tercapai atau tidak.

Balanced Scorecard diukur dalam jangka pendek dan jangka panjang dan di evaluasi setiap bagian yang ada dalam suatu organisasi yang akan memberikan kontribusi untuk mewujudkan setiap tujuan. Balanced Scorecard dapat diterapkan oleh semua jenis organisasi dan semua jenis industri baik profit maupun non-profit.

clip_image006

Framework Balanced Scorecard

v PENGGUNAAN BALANCED SCORECARD

Balanced scorecard digunakan dalam hampir keseluruhan proses penyusunan rencana. Tahapan penyusunan rencana pada dasarnya meliputi enam kegiatan berikut: perumusan strategi, perencanaan strategis, penyusunan program, penyusunan anggaran, implementasi dan pemantauan.

1. Perumusan Strategi

Tahap ini ditujukan untuk menghasilkan misi, visi, keyakinan dan nilai dasar, dan tujuan institusi. Proses perumusan strategi dilakukan secara bertahap, yaitu: analisis eksternal, analisis internal, penentuan jati diri, dan perumusan strategi itu sendiri.

Analisis Eksternal dan Internal

ANALISIS EKSTERNAL terdiri dari analisis lingkungan makro dan mikro. Analisis lingkungan makro bertujuan mengidentifiksasi peluang dan ancaman makro yang berdampak terhadap value yang dihasilkan organisasi kepada pelanggan. Obyek pengamatan dalam analisis ini adalah antara lain: kekuatan politik dan hukum, kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan sosial, faktor demografi.

Analisis eksternal mikro diterapkan pada lingkungan yang lebih dekat dengan institusi yang bersangkutan. Dalam dunia perusahaan, lingkungan tersebut adalah industri di mana suatu perusahaan termasuk di dalamnya. Analisis yang dilakukan dapat menggunakan teori Porter mengenai persaingan, yaitu: kekuatan tawar pemasok, ancaman pendatang baru, kekuatan tawar pembeli, ancaman produk atau jasa pengganti.

ANALISIS INTERNAL ditujukan untuk merumuskan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Kekuatan suatu perusahaan antara lain: kompetensi yang unik, sumberdaya keuangan yang memadai, keterampilan yang unggul, citra yang baik, keunggulan biaya, kemampuan inovasi tinggi, dll. Sedangkan kelemahan perusahaan antara lain: tidak ada arah strategi yang jelas, posisi persaingan yang kurang baik, fasilitas yang ‘usang’, kesenjangan kemampuan manajerial, lini produk yang sempit, citra yang kurang baik, dll.

Penentuan Jati Diri

Penentuan jati diri organisasi terdiri dari perumusan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar dan tujuan organisasi.

MISI menjelaskan lingkup, maksud atau batas bisnis organisasi, yaitu kebutuham pelanggan apa yang akan dipenuhi oleh organisasi, siapa dan di mana; serta produk inti apa yang dihasilkan, dengan teknologi inti dan kompetensi inti apa. Misi ditulis sederhana, ringkas, terfokus. Unsur-unsur misi meliputi produk inti, kompetensi inti, dan teknologi inti. Yang dimaksud dengan produk inti adalah barang atau jasa yang dipersepsi bernilai tinggi oleh pelanggan, berupa komponen kunci dilindungi hak paten dan menghasilkan laba terbesar. Kompetensi inti adalah kemampuan kunci yang dimiliki organisasi dalam menghasilkan produk inti. Sedang teknologi inti adalah know-how, perangkat keras dan perangkat lunak yang menjadi basis kompetensi inti.

Beberapa contoh misi adalah sebagai berikut.

“To engineer, produce, and market the world’s finest automobiles, known for uncompromised levels of distinctiveness, comfort, convenience, and refined performance.” (Cadillac Motor Co.)

“To produce outstanding financial returns by providing totally reliable, competitively superior global air-ground transportation of high priority goods and document that require rapid, time-sensitive delivery.” (FedEx).

VISI menggambarkan akan menjadi apa suatu organisasi di masa depan. Ia bersifat sederhana, menumbuhkan rasa wajib, memberikan tantangan, praktis dan realistik, dan ditulis dalam satu kalimat pendek. Contoh-contoh visi adalah:

“We will be an outstanding company by exceeding pelanggan expectations through empowered people, guided by shared values.” (PepsiCo.)

“From managing a world-class port, we shall grow into world-class corporation with network of perts, logistics and related businesses throughout the world. We shall be recognized everywhere for quality and value.” (Otoritas Pelabuhan Singapore).

“Menjadi perusahaan jasa konsultan perencana nomor satu di Jakarta.”

“Menjadi BPR terbesar, tangguh dan dihargai di Cianjur Selatan.”

Visi perlu diperinci dalam berbagai perspektif. Dalam perspektif finansial, misalnya: “Kami akan menyerahkan nilai superior jangka panjang secara konsisten kepada pemegang saham”. Dalam perspektif pelanggan: “Kami akan memberikan nilai terbaik pada setiap penawaran yang memenuhi kebutuhan pelanggan dalam pasar yang dipilih untuk dilayani.” Dalam perspektif proses internal: “Kami akan meningkatkan nilai pelanggan melalui berfikir kembali, meningkatkan dan memperlancar (mengefisienkan) proses bisnis kami.” Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan: “Kami akan selalu berfikir tentang pelanggan dan bangga sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap pelanggan.”

KEYAKINAN DASAR adalah pernyataan yang perlu dipegang direksi dan karyawan dalam menghadapi hambatan dan ketidakpastian. Pernyataan ini untuk mendorong semangat manajemen dan karyawan dalam menghadapi hambatan dan ketidakpastian. Contoh: “We believe that customer service and satisfaction are fundamental to any succesful long-term partnership. We shall provide our customers with service of high quality and at the right price.” (PSA Co.)

NILAI DASAR adalah untuk membimbing manajemen dan karyawan dalam memutuskan pilihan yang dapat muncul setiap saat. Contoh: nilai dasar PepsiCo adalah: Diversity – menghargai perbedaan setiap orang, Integrity – melakukan apa yang dikatakan, Honesty – berbicara terbuka dan bekerja keras memahami dan menyelesaikan masalah, Teamwork – bekerja untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, Accountability – kesungguhan memenuhi harapan, Balance – menghargai keputusan seseorang untuk mencapai keseimbangan dalam hidup.

TUJUAN adalah pernyataan tentang apa yang akan diwujudkan sebagai penjabaran visi organisasi. Tujuan dijabarkan dalam empat perpektif pula: Apa tujuan yang berkaitan dengan perspektif pelanggan? Apa tujuan yang berkaitan dengan perspektif finansial ? Apa proses bisnis internal yang akan mendukung pencapaian tujuan pelanggan dan finansial? Apa tujuan yang berkaitan dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan?

Contoh-contoh pernyataan tujuan adalah: “Menjadi perusahaan jasa konstruksi paling menguntungkan di Indonesia pada tahun 2005 berdasarkan keunggulan dalam manajemen, teknologi, dan sumber daya manusia.” ”Mencapai oplah 100.000 eksemplar pada tahun 2006.” “Membangun 15.000 unit RSS per tahun sejak tahun 2007 dengan model yang paling diminati, didukung teknologi terbaik, dilaksanakan oleh pekerja bangunan yang handal dan berkomitmen.”

Perumusan Strategi

Strategi dibuat dalam beberapa tingkatan: tingkat organisasi, tingkat unit bisnis, dan tingkat fungsional. Dalam menentukan strategi perlu dikenali penghalang intern yang dihadapi, antara lain management barrier: di mana management system didisain secara tradisional untuk pengawasan pelaksanaan kegiatan dan terkait dengan anggaran, bukan strategi, vision barrier: dimana strategi seringkali tidak dimengerti oleh mereka yang harus menerapkannya, operational barrier: dimana proses-proses penting tidak dibuat untuk menggerakkan strategi, dan people barrier: dimana tujuan orang per orang, peningkatan kemampuan dan pengetahuan karyawan tidak terkait dengan implementasi strategi organisasi.

Strategi yang baik umumnya mengikuti kriteria sebagai berikut: konsisten secara intern, realistik, berfokus pada pencarian peluang dan penyelesaian akar masalah, meningkatkan customer value, menonjolkan keunggulan kompetitif, fleksibel, mudah dilaksanakan dalam perusahaan, dan tanggap terhadap lingkungan eksternal.

2. Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis meliputi proses penentuan sasaran, tolok ukur, target dan inisiatif.

SASARAN adalah kondisi masa depan yang dituju. Sasaran bersifat komprehensif: sesuai dengan tujuan dan strategi, merumuskan sasaran secara koheren, seimbang dan saling mendukung. Beberapa pedoman dalam menentukan sasaran adalah: sasaran harus menentukan hasil tunggal terukur yang harus dicapai, sasaran harus menentukan target tunggal atau rentang waktu untuk penyelesaian, sasaran harus menentukan faktor-faktor biaya maksimum, sasaran harus sedapat mungkin spesifik dan kuantitatif (dan oleh karenanya bisa diukur dan dapat diuji), sasaran harus menentukan hanya apa dan kapan; harus menghindari spekulasi kata mengapa dan bagaimana, sasaran harus dalam arah mendukung, atau sesuai dengan, rencana strategis organisasi dan rencana tingkat tinggi lainnya, dan sasaran harus realistik dan dapat dicapai, tetapi tetap menggambarkan tantangan yang berat. Antara visi, tujuan dan sasaran harus saling terkait dalan alur logikanya jelas.

Sasaran juga harus dijabarkan dalam berbagai perspektif. Contoh: Perspektif finansial: “Kami akan mencapai suatu hasil total yang secara konsisten akan menempatkan perusahaan kami diantara 125 organisasi puncak yang terdaftar pada the S&P 500”. Perspektif pelanggan: “Kami akan secara terus-menerus meningkatkan persepsi pelanggan tentang nilai-nilai yang ditawarkan perusahaan kami sehingga jumlah pelanggan yang tidak memberikan nilai “sangat baik” akan menurun sebanyak 40% ketika melakukan survei pelanggan pada tahun 1998”. Perspektif proses internal: “Pada tahun 1998, rasio biaya total operasional kami akan turun sepertiga (33,33%)”. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran: “Sasaran kami adalah peningkatan tahunan pada skor yang ditetapkan oleh survei benchmark. Selain itu, kami akan memantau kemajuan kami melalu pengumpulan opini karyawan, baik secara formal maupun non-formal, secara periodik”.

TOLOK UKUR adalah alat untuk mengukur kemajuan sasaran. Tolok ukur terdiri dari dua jenis: tolok ukur hasil (lag indicator) dan tolok ukur pemacu kinerja (lead indicator). Keduanya merupakan key performance indicators. Indikator kinerja kunci harus merupakan faktor-faktor yang bisa diukur, masuk secara logis dalam area hasil kunci tertentu yang sasarannya jelas, mengidentifikasi apa yang akan diukur, bukan berapa banyak atau ke arah mana, merupakan faktor-faktor yang dapat ditelusuri asalnya (tracked) secara terus-menerus sampai tingkat yang memungkinkan.

Jika outcome indicator berfokus pada hasil-hasil kinerja pada akhir periode waktu atau aktivitas dan merefleksikan keberhasilan masa lalu atau aktivitas-aktivitas dan keputusan-keputusan yang telah dilaksanakan, maka output indicator mengukur proses-proses dan aktivitas-aktivitas antara dan hipotesis dari hubungan sebab-akibat strategik. Contoh ukuran hasil dalam konteks peningkatan profit: pertumbuhan pendapatan, sedang ukuran pemacunya: revenue mix. Dalam konteks meningkatkan kepercayaan pelanggan, ukuran hasil: persentase pendapatan dari pelanggan baru, sedang ukuran pemacu: pertumbuhan pelanggan baru.

TARGET berfungsi memberikan usaha tambahan tetapi tidak bersifat melemahkan semangat, berjangka waktu dua sampai lima tahun agar memberikan banyak waktu untuk melakukan terobosan, membatasi banyak target, berfokus pada terobosan dalam satu atau dua area kunci, tergantung pada nilai (value), kesenjangan (gap), ketepatan waktu (timeliness), hasrat/keinginan (appetite), keterampilan (skill). Target dapat ditentukan dengan menggunakan hasil benchmarking. Benchmarking adalah untuk mendapat informasi praktek terbaik, untuk membangun suatu kasus yang jelas guna mengkomunikasikan betapa pentingnya mencapai target-target itu.

INISIATIF adalah langkah-langkah jangka panjang untuk mencapai tujuan. Inisiatif tidak harus spesifik pada satu bagian, tetapi dapat bersifat lintas fungsi/bagian, mengindentifikasi hal-hal penting yang harus dilakukan oleh organisasi agar mencapai tujuan, harus jelas agar manajer dan karyawan dapat menentukan rencana yang diperlukan, dan memperkirakan sumberdaya yang diperlukan untuk mendukung pencapaian strategi secara keseluruhan.

3. Penyusunan Program

Proses penyusunan program adalah: menjabarkan inisiatif menjadi beberapa program yang akan dilaksanakan beberapa tahun yad., memperkirakan investasi yang diperlukan untuk setiap program, menghitung perkiraan penerimaan yang dapat diperoleh dan menghitung perkiraan laba/hasil yang akan diperoleh.

4. Penyusunan Anggaran

Penyusunan anggaran bertujuan untuk menentukan kegiatan tahun berikutnya dan sumber daya yang diperlukan. Anggaran disusun berdasarkan iniatif yang telah dirumuskan. Anggaran yang baik adalah: merupakan rencana tindakan terperinci, merupakan rencana satu-dua tahunan, menguraikan biaya yang diperlukan, mengidentifikasi pencapaian terpenting kegiatan tsb., menyebutkan siapa yang akan bertanggung jawab, sebagai referensi menyusun rencana kinerja individual, ditulis secara singkat namun lengkap, alat untuk memantau kinerja dan diperbarui apabila terjadi perubahan-perubahan. Dengan sdemikian balanced scorecard mendukung suatu sistem manajemen yang lengkap dengan mengkaitkan strategi jangka panjang ke penganggaran tahunan.

5. Implementasi

Tahap ini melaksanakan kegiatan sesuai rencana.

6. Pemantauan dan Pengendalian

Tahap ini membandingkan kinerja dengan target. Berbagai kemungkinan hasil adalah berhasil, gagal, dan variasi diantara keduanya. Prinsip umum dalam pemantauan adalah mengukur kinerja, membandingkan kinerja, melakukan tinjauan ulang, memberi penghargaan dan mengidentifikasi hasil yang dicapai, mempelajari pengalaman, menyesuaikan dan menyegarkan strategi, dan melakukan perbaikan. Pemantauan harus diikuti dengan pengendalian. Jenis-jenis pengendalian: pengendalian premis/asumsi dasar, pengendalian implementasi, pengawasan strategis, dan pengendalian berdasarkan sinyal-sinyal khusus. Pengendalian dapat lebih mudah dilakukan dengan menggunakan balanced scorecard karena tolok ukurnya sudah diperjelas.

Adapun perbedaan karakteristik organisasi swasta dan pemerintah adalah sebagai mana ditunjukkan dalam tabel berikut.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal :

Andie Tri Purwanto, ST., MT., Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Indikator Komprehensif Pengelolaan Sumber Daya Alam – Lingkungan Hidup, 2003.

Ferry Adhitya Kurniawan, Sistem Penilaian dan Perencanaan Kinerja Perusahaan Menggunakan Metode Balanced Scorecard.

Website :

http://www.scribd.com/doc/7260395/Balancedscorecardmenurut-Kaplan-and-Norton

http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?view=article&catid=25%3Aindustri&id=451%3Abalanced-scorecard&option=com_content&Itemid=15

http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2942/

Konsep Rantai Nilai (Value Chain)


Konsep Nilai

In competitive terms, value is the amount buyers are willing to pay for what a firm provides them. Value is measured by total revenue, a reflection of the price a firm’s product commands and the units it can sell. A firm is profitable if the value it commands exceeds the costs involved in creating the product. Creating value for buyers that exceeds the cost of doing so is the goal of any generic strategy. Value, instead of cost, must be used in analysing competitive position since firms often deliberately raise their cost in order to command a premium price via differentiation ( Porter, 1998:38)
Dalam istilah kompetitif, nilai adalah jumlah yang pembeli bersedia bayarkan untuk barang atau layanan yang diberikan oleh perusahaan kepada mereka. Nilai diukur dengan total pendapatan, suatu cerminan dari harga produk perusahaan dan unit yang dapat dijual. Sebuah perusahaan dikatakan menguntungkan ketika nilai yang diperintahkan melebihi biaya yang terlibat dalam menciptakan produk. Menciptakan nilai bagi pembeli yang melebihi biaya pengerjaan adalah tujuan dari setiap strategi generik. Nilai, selain biaya, harus digunakan dalam menganalisis posisi kompetitif karena perusahaan-perusahaan sering sengaja meningkatkan biaya mereka dalam rangka untuk memimpin harga premium melalui differensiasi
Feller, Shunk, dan Callarman (2006:1) menyatakan bahwa (1) nilai merupakan pengalaman subjektif yang tergantung pada konteks, (2) nilai terjadi ketika kebutuhan dipenuhi melalui penyediaan produk, sumber daya atau layanan. Secara keseluruhan nilai merupakan sebuah pengalaman dan mengalir dari orang atau institusi yang merupakan penerima sumber daya, mengalir dari konsumen.

Konsep Rantai Nilai

Konsep rantai nilai dipopulerkan oleh Michael E. Porter pada tahun 1985 dalam buku ‘Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance’. Porter memberikan pemahaman rantai nilai sebagai sebuah kombinasi dari sembilan aktivitas operasi penambahan nilai umum dalam sebuah perusahaan. Fokus utama dalam rantai nilai terletak pada keuntungan yang ditambahkan kepada konsumen, proses saling tergantung yang menghasilkan nilai, dan permintaan yang dihasilkan serta arus dana yang dibuat (Feller, Shunk, dan Callarman, 2006:1).
The value chain displays total value, and consists of value activities and margin. Value activities are the physically and technologically distinct activities a firm performs. These are the building blocks by which a firm creates a product valuable to its buyers. Margin is the difference between total value and the collective cost of performing the value activities. Margin can be measured in a variety of ways. Supplier and channel value chains also include a margin that is important to isolate in understanding in the source of a firm’s cost position, since supplier and channel margin are part of the total cost borne by the buyer (Porter, 1998:38)
Rantai nilai menampilkan nilai keseluruhan, dan terdiri dari aktivitas nilai dan marjin. Aktivitas nilai merupakan aktivitas nyata secara fisik dan teknologi yang dilakukan perusahaan. Yaitu dengan membangun blok dimana perusahaan menciptakan sebuah produk yang berharga bagi pembelinya. Marjin merupakan selisih antara nilai total dan biaya kolektif yang dilakukan dari aktivitas nilai. Marjin dapat diukur dalam berbagai cara. Saluran emasok dan rantai nilai juga mencakup marjin yang penting untuk dipisahkan dalam memahami sumber posisi biaya perusahaan, karena saluran pemasok dan marjin merupakan bagian dari totalbiaya yang ditanggung pembeli.
Rantai nilai (value chain) adalah pola yang digunakan perusahaan untuk memahami posisi biayanya dan untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi implementasi dari strategi tingkat-bisnisnya. Rantai nilai menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap bahan baku ke pelanggan akhir (Hitt, Ireland, Hoskisson, 2001:125). The value chain describes the full range of activities which are required to bring a product or service from conception, through the different phases of production (involving a combination of physical transformation and the input of various producer services), delivery to final consumers, and final disposal after use (Kaplinsky, Morris, 2001:4) Rantai nilai menggambarkan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk membawa produk atau jasa dari konsepsi, melalui berbagai tahapan produksi (melibatkan kombinasi transformasi fisik dan masukan dari berbagai produsen jasa), pengiriman pada konsumen akhir, dan pembuangan akhir setelah digunakan.
Model rantai nilai merupakan alat analisis yang berguna untuk mendefinisikan kompetensi inti perusahaan di mana perusahaan dapat mengejar keunggulan kompetitif sebagai berikut:
• Keunggulan Biaya: dengan lebih baik memahami biaya dan menekannya keluar dariaktivitas penambahan nilai.
• Differensiasi: dengan berfokus pada aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan kompetensi inti dan kemampuan untuk melakukannya lebih baik daripada pesaing.
(http://www.netmba.com/strategy/value-chain/)

Konsep Analisis Rantai Nilai

Value activities can be divided into two broad types, primary activities and support activities. Primary are the activities involved in the physical creation of the product and its sale and transfer to the buyer as well as after sale assistance. Support activities support the primary activities and each other by providing purchased inputs, technology, human resource, and various firm wide functions (Porter, 1998:38)
Aktivitas nilai dapat dicabangkan menjadi dua tipe yang luas, aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer meliputi penciptaan fisik produk dan penjualannya dan perpindahan kepada pembeli serta bantuan pasca penjualan. Aktivitas pendukung mendukung aktivitas primer dan satu sama lain dengan memberikan input pembelian, teknologi, sumber daya manusia, dan fungsi berbagai perusahaan secara luas.
Value chain analysis views the organization as a sequential process of value creating activities (Dess, Lumpkin, Taylor, 2004:67) Analisis rantai nilai memperlihatkan organisasi sebagai sebuah proses yang berkelanjutan dalam kegiatan penciptaan nilai. Analisis dilakukan dengan cara mempelajari potensi penciptaan nilai.
Porter membagi aktivitas-aktivitas kedalam dua kategori. Pertama adalah primary activities (aktivitas primer), yaitu aktivitas yang berkaitan dengan penciptaan fisik produk, penjualan dan distribusinya ke para pembeli, dan layanan setelah penjualan. Aktivitas ini terdiri dari inbound logistics (logistik ke dalam), operations (kegiatan operasi), outbound logistics (logistik ke luar), marketing and sales (pemasaran dan penjualan), servis (pelayanan). Kedua adalah support activities (aktivitas pendukung), yaitu aktivitas yang menyediakan dukungan yang diperlukan bagi berlangsungnya aktivitas primer. Aktivitas ini terdiri dari procurement (pembelian/pengadaan), technology development (pengembangan teknologi), human resource management (manajemen sumber daya manusia), firm infrastructure (infrastruktur perusahaan) atau Dess, Lumpkin, Taylor (2004:67) menyebutnya dengan general administration (administrasi umum). Konsep analisis rantai nilai Porter dapat dilihat pada gambar 2.1.



Konsep Rantai Nilai Porter

Hitt, Ireland, Hoskisson (2001:127) menjabarkan kembali potensi penciptaan nilai dari aktivitas primer dan pendukung.

a. Aktivitas Primer

  1. Inbound Logistics (logistik ke dalam), dihubungkan dengan menerima, menyimpan, dan menyebarkan input-input ke produk. Termasuk di dalamnya penanganan bahan baku, gudang dan kontrol persediaan.
  2. Operations (operasi), segala aktivitas yang diperlukan untuk mengkonversi input-input yang disediakan oleh logistik masuk ke bentuk produk akhir. Termasuk di dalamnya permesinan, pengemasan, perakitan, dan pemeliharaan peralatan.
  3. Outbound Logistik (logistik ke luar), aktivitas-aktivitas yang melibatkan pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian secara fisik produk final kepada para pelanggan. Meliputi penyimpanan barang jadi di gudang, penanganan bahan baku, dan pemrosesan pesanan.
  4. Marketing and Sales (pemasaran dan penjualan), aktivitas-aktivitas yang diselesaikan untuk menyediakan sarana yang melaluinya para pelanggan dapat membeli produk dan mempengaruhi mereka untuk melakukannya. Untuk secara efektif memasarkan danmenjual produk, perusahaan mengembangkan iklan-iklan dan kampanye professional, memilih jaringan distribusi yang tepat, dan memilih, mengembangkan, dan mendukung tenaga penjualan mereka.
  5. Service (pelayanan), aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan atau memelihara nilai produk. Perusahaan terlibat dalam sejumlah aktivitas yang berkaitan dengan jasa, termasuk instalasi, perbaikan, pelatihan, dan penyesuaian.

b. Aktivitas Pendukung

  1. Procurement (pembelian/pengadaan), aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk membeli input-input yang diperlukan untuk memperoduksi produk perusahaan. Input-input pembelian meliputi item-item yang semuanya dikonsumsi selama proses manufaktur produk.
  2. Technology development (pengembangan teknologi), aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki produk dan proses yang digunakan perusahaan untuk memproduksinya. Pengembangan teknologi dapat dilakukan dalam bermacam-macam bentuk, misalnya peralatan proses, desain riset, dan pengembangan dasar, dan prosedur pemberian servis.
  3. Human resources management (manajemen sumber daya manusia), aktivitas-aktivitas yang melibatkan perekrutan, pelatihan, pengembangan, dan pemberian kompensasi kepada semua personel.
  4. Firm infrastructure (infrastruktur perusahaan) atau general administration (administrasi umum), infrastruktur perusahaan meliputi aktivitas-aktivitas seperti general management, perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, dan relasi pemerintah, yang diperlukan untuk mendukung kerja seluruh rantai nilai melalui infrastruktur ini, perusahaan berusaha dengan efektif dan konsisten mengidentifikasi peluang-peluang dan ancaman-ancaman, mengidentifikasi sumber daya dan kapabilitas, dan mendukung kompetensi inti.
Michael E. Porter (1998:43-44) menjelaskan mengenai tipe aktivitas. Dalam setiap kategori aktivitas primer dan pendukung, terdapat tiga tipe aktivitas yang memainkan peranan yang berbeda dalam keunggulan kompetitif:

  1. Langsung: aktivitas yang secara langsung terlibat dalam menciptakan nilai kepada pembeli, seperti perakitan, bagian mesin, operasi tenaga penjualan, periklanan, desain produk, rekrutmen, dll.
  2. Tidak Langsung: aktivitas yang memungkinkan untuk melakukan aktivitas langsung secara terus menerus, seperti pemeliharaan, penjadwalan pengoperasian fasilitas, tenaga administrasi penjualan, administrasi penelitian, catatan vendor.
  3. Jaminan Kualitas: aktivitas yang menjamin kualitas kegiatan lain, seperti pemantauan, inspeksi, pengujian, meninjau, memeriksa, menyesuaikan dan pengerjaan ulang. Jamina kualitas tidak identik dengan manajemen mutu, karena banyak aktivitas nilai memberikan kontribusi terhadap kualitas.
Porter dalam Dess, Lumpkin, Taylor (2004:69) pada Tabel 2.1 menjelaskan beberapa faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan dalam menilai aktivitas primer.

Inbound Logistics Operations Outbound Logistics Marketing and Sales Services
Location of distribution facilities to minimize shipping times.
Excellent material and inventory control system.
System to reduce time to send “returns” to increase efficiency of operatins for incoming materials. Efficient plant operations to minimize costs.
Appropriate level of automation in manufacturing.
Quality production control system to reduce costs and enhance quality.
Efficient plant layout and workflow design. Effective shipping processes to provide quick delivery and minimize damages.
Efficient finished goods warehousing processes.
Shipping of goods in large lot sizes to minimize transportation costs.
Quality material handling equipment to increase order picking. Highly motivated and competent sales force.
Innovative approaches to promotion and advertising.
Selections of most appropriate distribution channels.
Proper identification of customer segment and needs.
Effective pricing strategies. Effective use of procedures to solicit customer feedback and act on information.
Quick response to customer needs and emergencies.
Ability to furnish replacement parts as required.
Effective management of parts and equipment inventory.
Quality of service personnel and ongoing training.
Appropriate warranty and guarantee policies.

General Administration
Effective planning system to attain overall goals and objectives.
Ability of top management to anticipate and act on key environmental trends and events.
Ability to obtain low-cost funds for capital expenditures and working capital.
Excellent relationships with diverse stakeholder groups.
Ability to coordinate and integrate activities across the “value system”.
Highly visible to inculcate organizational culture, reputation, and values.
Human Resource Management
Effective recruiting, development, and retention mechanisms for employees.
Quality relations with trade unions.
Quality work environment to maximize overall employee performance and minimize absenteeism.
Reward and incentive programs to motivate all employees.
Technology Development
Effective research and development activities for process and product initiatives.
Positive collaborative relationship between R&D and other departments.
State-of-the art facilities and equipment.
Culture to enhance creativity and innovation.
Excellent professional qualifications of personnel.
Ability to meet critical deadlines.
Procurement
Procurement of raw material inputs to optimize quality and speed, and to minimize the associated cost.
Development of collaborative “win-win” relationships with suppliers.
Effective procedures to purchase advertising and media services.
Analysis and selection of alternate sources inputs to minimize dependence on one supplier.
Ability to make proper lease versus buy decisions.

Porter dalam Dess, Lumpkin, Taylor (2004:73) pada Tabel 2.2 menjelaskan beberapa faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan dalam menilai aktivitas pendukung.
Berbagai teknologi yang digunakan pada kedua aktivitas nilai utama dan aktivitas pendukung:
o Inbound Logistics Technologies
- Transportasi
- Bahan penanganan
- Bahan penyimpanan
- Komunikasi
- Pengujian
- Sistem Informasi
o Operasi Tekhnologi
- Proses
- Bahan
- Mesin perkakas
- Bahan penanganan
- Kemasan
- Pemeliharaan
- Pengujian
- Desain Bangunan & operasi
- Sistem Informasi
o Outbound Logistik Tekhnologi
- Transportasi
- Bahan penanganan
- Kemasan
- Komunikasi
- Sistem Informasi
o Pemasaran & Penjualan Tekhnologi
- Media
- Audio / video
- Komunikasi
- Sistem Informasi
o Layanan Tekhnologi
- Pengujian
- Komunikasi
- Sistem Informasi